Masuk Islam Gara-Gara Ayam

shares


Sesungguhnya penciptaan mahluk -termasuk didalamnya manusia- selalu sesuai dengan kapasitas tugas dan kewajibannya. Itulah yang saya tangkap dari mutiara ceramah Bapak FX Rusharyanto di Yogya beberapa tahun yang lalu. Terus terang saja, itu untuk pertama kali saya tersedak; antara terharu, tersenyum dan termenung. 

Keterpakuan yang membuat kalimat-kalimat beliau terasa terus terngiang-ngiang ditelinga saya. "Saya mendapat hidayah dan masuk Islam", katanya "lewat mimpi".
Waktu itu, saya tak begitu respek. Entahlah, saya selalu berpendapat dangkal pada orang-orang yang masuk Islam lewat mimpi; bertemu (katanya) Rasulullah, orang berjubah putih, dan pengalaman-pengalaman supranatural lainnya. Tentu saja -menurut saya- hal ini tidak realistis. Saya pikir, saat seseorang menentukan langkahnya, haruslah berproses dalam pemikiran yang ilmiah. 

Tetangga saya masuk Islam gara-gara (katanya) mimpi bertemu Sunan Kalijaga. Hanya sebegitu saja. Bertemu thok. Boro-boro kalau sempat berkenalan atau bertukar alamat, berjabat tangan, apalagi ngobrol. Cuma bertemu sebentar. Katanya, Sunan Kalijaga mengenakan jubah warna hijau kesukaan beliau dan sedang berjalan, entah kemana. Paginya, dia masuk Islam. 

Alangkah mudahnya berganti akidah, kalau dipikir, apa korelasi antara bertemu Sunan Kalijaga dengan memeluk agama Islam? Toh zaman dulu banyak orang yang bertemu Sunan Kalijaga -malah- secara wadag. 

Beruntung saat itu dia mimpi bertemu Sunan Kalijaga. Bagaimana kalau dia bertemu Hitler... atau Syeik Siti Jenar? Wheladalah... Bagaimana kalau dia bertemu dengan Dewa Wisnu yang -walaupun kulitnya hitam arang- namun gantengnya ngudubilah setan itu? Kalau besok dia ngelindur ketemu Dewi Kwan Im, jangan-jangan trus memeluk Kong Hu Chu, atau lebih parah, menjadi pengikut Sun Go Kong. 

Kalau seseorang masuk Islam karena pergulatan pikiran, nimbang-nimbang, mencari kebenaran dst. yang akhirnya membawa pada pemahaman yang proporsional sekaligus mantap, maka -menurut saya- keIslamannya tidak perlu di sangsikan. Saya acung jempol untuk orang-orang seperti itu. 

Apa istimewanya mimpi? 
Dijadikan patokan beli nomor buntut saja masih suka ngaco, apalagi untuk urusan besar yang berkait langsung dengan akhirat. Lha kok... 
Karenanya, saya selalu memandang 'remeh' untuk orang-orang seperti ini. Tapi, saya juga tidak ngoyoworo. Contoh gampang saja, tetangga saya yang mimpi ketemu Sunan Kalijaga itu nyatanya sampai sekarang -walaupun sudah Islam- tidak sholat. Kalau sholat tarawih sih iya, grubyag-grubyug pas malam bulan Ramadhan. Mungkin karena lingsem atau bagaimana, yang jelas, hidungnya sering nampang di masjid kalau bukan Ramadhan. 

Saya tidak mengatakan bahwa agama terbebas dari hal-hal irasional semacam itu. Toh, takdir dan rezeki adalah sesuatu yang tidak bisa diterjemahkan secara letterlijk. Ruh, malaikat, jin... adalah mata pelajaran non wadag dalam kerangka kegaiban yang menjadi komponen kelengkapan iman. Tapi bukan dalam arti juga agama adalah sesuatu yang mutlak irasional. Semuanya mesti ada dimensi-dimensinya. Cuma, kok ya masih susah juga saya memaklumi orang yang masuk Islam karena bertemu orang berjubah putih dan memakai sorban. 

Kembali pada materi ceramah Ustad tadi. Singkat cerita, setibanya beliau pada kalimat yang menyatakan proses masuk Islamnya, saya langsung melengos merasa tak begitu tertarik. Seperti saya katakan tadi, apa korelasi antara mimpi bertemu Sunan Kalijaga dengan masuk Islam? 

Ooo... tapi tidak. Dalam ceramah yang saya ikuti dengan ogah-ogahan itu, ternyata akhirnya saya harus tertohok pada pengembaraan pemikiran yang menembus sisi-sisi ruhiyah saya. Dengarlah, mimpi apa yang begitu dahsyat telah mengubah kemudi seorang FX Rusharyanto ini. 

"Saya mimpi bertemu ayam," katanya. 
Ayam? Benar-benar ayam? 
Kok bukan Sunan siapa gitu atau kalau berani lebih heboh, ketemu Rasulullah. Ayam sehebat apa yang bisa membuat beliau masuk Islam? 

"Benar-benar ayam," lanjutnya. "Jangan dulu tertawa dengan mimpi saya yang aneh. Benar, ayam. Saya tidak bermimpi bertemu Rasulullah, orang berjubah putih, atau gadis cantik yang pakai jilbab." 
Lantas, apa istimewanya ayam ini? Masih mending kalau mimpinya ketemu gadis memakai kerudung seperti yang suka di pajang pada banderol jilbab. 

"Ayam ini bisa ngomong." 
Ooo... bisa ngomong, kayak film kartun dooong? Terus, apa kaitannya dengan Islam? 
"Ayam itu berkata kepada saya, 'bacalah ayat-ayat Tuhan yang ada pada lututmu'."
Entahlah, mungkin karena agak-agak seperti dongeng fabel ini, maka saya menjadi tertarik. 

"Lutut?", lanjut sang Ustadz. 
"'Tidak ada ayat apapun dalam lulut saya', begitu bantah saya pada si ayam. Lantas ayam itu melanjutkan kalimatnya, 'Tidakkah kau perhatikan perbedaan antara lutut ayam dan dan lutut manusia? Perhatikanlah wahai manusia dan bacalah. Tempurung lutut kalian diciptakan Tuhan dan diletakkan didepan, berbeda dengan lutut ayam yang diletakkan dibelakang. Itu disebabkan karena kalian tidak diperintahkan untuk mengeram. Ayam diperintahkan untuk mengeram sehingga tubuhnya disempurnakan untuk melaksanakan tugas itu.' Cukup lama saya memikirkan kalimat ayam itu sebelum kemudian saya bertanya, 'Lantas, apa yang diperintahkan pada manusia yang memiliki lutut didepan?" 

Wah, ini yang membuat saya mulai tertarik. Kenapa? 
Lantas apa jawaban si ayam? 
"Ayam itu," lanjut beliau. 
"Mengatakan, 'kepada manusia, Tuhan memerintahkan untuk rukuk dan sujud. Itulah kenapa lutut kalian diletakkan didepan, bentuk kesempurnaan penciptaan dimana susunan yang demikian adalah untuk melaksanakan

[sumber : peperonity.com]

Related Posts